Diberdayakan oleh Blogger.
Meretas Jalan Masa Depan

Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah

Sabtu, 30 Mei 2009

Kurang Transparan, Anggota Poktan Soal Bantuan PUAP


Bantuan PUAP (Program Usaha Agrobisnis Pertanian) tahun 2008 senilai Rp 100 juta, yang digelontorkan ke sejumlah kelompok tani, sejatinya menjadikan kalangan petani lebih berdaya dan maksimal dalam usaha tani. Kebutuhan-kebutuhan kalangan petani pun, dengan sendirinya terbantu. Bahkan, petani pun dibiasakan belajar usaha pola kelompok. Lantas, bagaimana pelaksanaannya?

Menurut kalangan petani, yang tergabung dalam gabungan kelompok petani (gapoktan) Desa Panunggulan Kecamatan Tunjung Teja Kabupaten Serang, masih banyak kendala yang harus dibenahi. Mulai persoalan pemilihan Ketua Gapoktan, hingga persoalan transparansi kepada anggota. Konon, para anggotanya belum pernah diajak musyawarah, baik oleh ketua kelompok tani (Poktan) maupun ketua Gapoktan.

“Yang jelas, kami, para anggota belum menerima bantuan tersebut. Yang kami tahu, Ketua Gapoktan sekarang jualan pupuk dan obat-obatan pertanian di rumahnya,” ungkap salah seorang anggota Poktan, yang keberatan identitasnya disebutkan.

Peran Gapoktan sendiri, sudah jelas, sebagai ‘jembatan’ Poktan dalam pemenuhan segala kebutuhan petani, utamanya masalah pupuk dan obat-obatan pertanian, yang beberapa waktu lalu banyak dikeluhkan petani, karena langka.

“Saya baru tahu sekarang. Kalau tidak dikasih tahu bapak, saya gak bakal tahu,” timpal seorang anggota Poktan, yang ngakunya tidak tahu adanya kucuran dana pemerintah melalui Gapoktan di Desa Panunggulan Kec. Tunjungteja Kabupaten Serang.

Menurut sumber Poktan, anggota poktan mempunyai peran besar. Karenaya ketua Poktan dan Gapoktan, harus selalu mengedepankan musyawarah, kalau tujuannya untuk kepentingan petani yang tergabung dalam poktan. “dari awal pembentukan ketua Gapoktan saja sudah tidak benar dan bukan hasil rapat musyawarah para anggota. seharusnya ketua, sekertaris dan bendahara itu dipilih oleh para anggota sesuai dengan kesepakatan bersama,” ujar sumber itu dengan nada ketus.

Masih menurut sumber poktan, pembentukan Gapoktan dan pemilihan ketuanya terjadi secara tiba-tiba, tanpa ada proses musyawarah. “Proses terbentuk gapoktan dan pengurusnya satu kelurga. Bahkan ketua saja masih merangkap ketua kelompok tani, kalau mau memajukan pertanian di desa, 78 anggota dari 4 kelompok tani ini di ajak musyawarah,” ujarnya lagi.

Sementara itu, saat ditemui di kediamannya pekan lalu, Ketua Gapoktan Abdori, menyatakan, bantuan tersebut telah turun sejak tahun 2008 dan awal Januari 2009 kemarin pencairan terakhir.

Menurut Abdori, bantuan sebesar Rp 100 juta itu, digunakan untuk pinjaman kelompok peternak, usaha simpan pinjam kelompok II, usaha warungan dan pedagang baluk dan kepala desa sebagai dana pembinaan ternak. Sementara bunga pinjaman yang digunakan sebesar 10 persen. “Bantuan itu, Rp 70 juta dipinjamkan ke peternakan, Rp 7 juta dipinjamkan kepada Poktan II, untuk usaha simpan pinjam (USP) anggotanya, Rp 7 juta ke pak lurah sebagai pembinaan ternak. Sisanya, dipinjamkan kepada warungan Rp 1 juta dan usaha balukan Rp 500 ribu,” paparnya saat ditemui Banten Ekspose.

Berkait penjualan pupuk dan obat-obat pertanian, lanjut Abdori, pupuk Voska dijual dengan harga Rp 105 ribu, Urea Rp 67 ribu dan Sp3b Rp 85 ribu. Penjualan dilakukan kepada siapa saja yang memperlukannya walaupun itu diluar anggota yang tergabung dalam Gapoktan.

Sayangnya, KCD Pertanian Tunjung Teja Nawawi, saat akan dikonfirmasi berkait dengan keluhan petani (6/5) tidak ada di tempat. Menurut salah seorang staf KCD yang hadir, Nawawi belum datang. Namun sampai menjelang pukul 12.00, kepala KCD belum juga datang.

Sesuai Mekanisme
Menanggapi keluhan para anggota kelompok tani di Desa Panunggulan, BIPP Kabupaten Serang Edi Sudarman, menyatakan proses kucuran bantuan untuk Gapoktan sudah dilakasanakan sesuai dengan mekanisme yang ada. “Program PUAP itu alokasi dananya dari APBN. Pihak Kabupaten hanya fasilitator dan mengajukannya ke pusat, sesuai data ajuan di setiap desa di masing-masing kecamatan,” ujarnya.

Begitupun dengan kelayakan penerima, pihak Kabupaten tidak bisa mengatur, soal alokasi penerima, semuanya keputusan pusat. “Apabila Pusat sudah menentukan, kita tinggal memberikan informasi ke seluruh desa yang mendapatkannya,” lanjut Edi kepada Banten Ekspose.

Menurut Edi, bila ada penyimpangan dibawah, harus dipertanggungjawabkan baik secara kelompok maupun hukum. Karena, pencairan dana langsung dari Pusat ke rekening masing-masing gapoktan.

“Setelah Gapoktan mendapat bantuan, kita tidak tahu apa-apa. Pencairannya pun langsung ke rekening Gapoktan. Setiap acara sosialisasi, kami sering memberikan arahan, uang bantuan harus dikelola dengan para anggotanya, secara baik dan benar. Bila ada unsur penyimpangan di lapangan ataupun untuk kepentingan pribadi, ketua harus mempertanggungjawabkan, di depan kelompoknya maupun secara hukum,” pungkasnya. (Nurhasan/BE)

Read more...

Jumat, 29 Mei 2009

Desa di Kecamatan Cilograng




Yang Satu Butuh Jembatan, Satunya Lagi Sedang Membangun


Perhatian Pemerintah Kabupaten Lebak dibawah kepemimpinan Bupati Mulyadi Jayabaya terhadap sarana infrastruktur dirasakan cukup baik oleh masyarakat Lebak. Pasalnya saat ini baik sarana pendidikan, kesehatan, maupun infrastruktur perlahan sudah mulai membaik.
Seperti yang dirasakan oleh warga Desa Gunung Batu Kecamatan Cilograng, dimana perhatian Pemkab terhadap sarana insprtruktur di Desa tersebut cukup mendapat perhatian yang cukup baik dari Pemkab Lebak.
Jumanta salah seorang warga Gunung Batu mengatakan, kini sudah banyak kemajuan di desanya, hal itu bisa dilihat dengan berbagai pembangunan sarana inspratruktur yang kini sudah bisa dinikmati oleh masyarakat.
"Kalau dulu, jalan desa saja masih berupa tanah, tapi sekarang alhamdullilah jalan-jalan sudah pada dibangun," kata Jumanta bangga.
Namun, lanjutnya, ada sejumlah sarana inspratruktur lain yang kini butuh perhatian Pemerintah yang perlu dibangun yaitu pembangunan jembatan yang terletak di Kampung Citarate yang juga menghubungkan dua desa yaitu Desa Gunung Batu dan Pasir Bungur.
"Kalau jalan memang sudah mulus (hotmik, Red), tetapi pemerintah perlu membangun jembatan, karena jembatan tersebut hingga saat ini tidak bisa dilalui kendaraan roda empat," ujarnya.
Saat dihubungi Kades Gunung Batu Arif Rahman membenarkan jika ada aspirasi warganya yang menginginkan pembangunan Jembatan, pasalnya jembatan yang terletak di Kampung Citarate tersebut tidak bisa dilalui kendaraan roda empat.
"Mudah-mudahan saja dengan program percepatan pembangunan yang sedang digalakan Pemkab Lebak, keinginan dari masyarakat Gunung Batu dan Pasir Bungur yang menginginkan pembangunan jembatan penghubung dua desa ini segera dapat dirasakan. Karena saat ini jembatan Citarate sepanjang 12 meter saat ini tidak bisa dilalui oleh kendaraan beroda empat," tandasnya.
Gotong Royong Bangun Jembatan
Sementara warga desa Gunung Batu minta dibangunkan jembatan, disisi lain warga desa Lebak Tipar justru sedang sibuk ‘gotong royong’ membangun jembatan yang terletak di Kampung Citarate.
Kades Lebak Tipar Iip Sumarna membenarkan jika saat ini warga di desanya sedang gotong royong membangun jembatan Cipacung sepanjang 6 meter yang sebagian dananya bantuan dari Pemkab Lebak.
"Warga sangat antusias membangun jembatan tersebut, karena memang keberadaannya sangat dibutuhkan untuk memperlancar aktivitas warga," katanya.
Menurut Iip, jika tidak dibantu dengan swadaya masyarakat, pembangunan jembatan tersebut sulit terwujud. Pasalnya, jika mengandalkan dana dari Pemerintah cukup minim.
"Untungnya tradisi gotong royong di desa Lebak Tipar masih tinggi, sehingga hal ini cukup membantu bagi setiap bantuan program pembangunan yang turun ke desa kami," ujarnya.
Ditambahkan, setelah pembangunan jembatan selesai warga akan melanjutkan pembangunan jalan lingkungan sepanjang 2 kilo meter.(Yudha/BE)

Read more...

Desa Gunung Wangun Masih ‘Gelap Gulita’

Habis Gelap Terbitlah Terang, rasanya pepatah lama tersebut tidak berlaku bagi warga Desa Gunung Wangun Kecamatan Cibeber, Pasalnya, sejak bangsa ini merdeka kurang lebih 400 kepala keluarga (KK) hingga saat ini masih saja hidup dalam kegelapan alias belum menikmati aliran listrik. Lantas sampai Kapan warga Desa Gunung Wangun dibiarkan hidup dalam kegelapan…?




Ironis memang apa yang dirasakan oleh warga Desa Gunung Wangun Kecamatan Cibeber - Lebak. Pasalnya dari semenjak lahirnya Desa tersebut hingga saat ini belum tersentuh oleh penerangan, padahal listrik merupakan faktor yang sangat penting pengaruhnya terhadap kehidupan serta kemajuan suatu wilayah.


Akibatnya, 400 KK di desa tersebut terkungkung dalam ‘kegelapan’ karena ketiadan aliran listrik. Bukan itu saja, banyak warga yang buta informasi serta anak-anak yang kesulitan belajar karena tidak adanya penerangan.


Seperti yang diceritakan salah seorang warga Iyas, menurutnya, kondisi ini merupakan hal yang biasa, hal ini sudah terjadi semenjak dirinya duduk dibangku Sekolah Dasar (SD) hingga kini punya anak, tak pernah menikmati penerangan listrik. Sehingga hidup dalam ‘kegelapan’ bagi dirinya dan warga lainnya sudah menjadi bagian dari tradisi.


"Yang saya khawatirkan justru dampak dari tidak adanya listrik tersebut bisa berimbas kepada anak-anak kami yang sekarang tengah mengenyam pendidikan karena mereka tidak bisa konsentrasi dalam melakukan kegiatan belajar dimalam hari," tuturnya sedih.


Untuk penerangan rumah dikala malam lanjutnya, sebagian warga terpaksa menggunakan lampu tempel dari minyak tanah (mitan), sebagian lagi menggunakan diesel. Tetapi repotnya lagi, saat ini untuk mendapatkan mitan cukup sulit ditambah harganya ‘mencekik leher’ alias mahal.


"Memang sebagian warga ada yang menggunakan tenaga diesel untuk penerangan rumah, tetapi yang memakai minyak tanah (Mitan) cukup kelimpungan karena harga mitan cukup mahal dan langka," keluh Iyas seraya menitikan air mata menahan sedih.


Masih kata Iyas, dirinya dan warga yang lainnya kerap menyampaikan keluhan ini kepada Kepala Desa (Kades) agar pihak Desa memohon bantuan listrik kepada Pemerintah.
"Namun, hingga saat ini permohonan itu tak kunjung terealisasi," tukasnya.


Untuk itu Ia dan Warga lainnya, meminta agar Pemerintah segera merealisasikan permohonan warga karena warga sudah sangat membutuhkan.


"Bagaimana hidup kami mau sejahtera listrik saja belum ada, please dong pak kabulkan permintaan kami," pinta Iyas.


Sementara ketika ditemui di ruang kerjanya Kades Gunung Wangun Ukan . membenarkan jika hampir seluruh warga di di desanya sampai saat ini belum mendapatkan penerangan listrik.
"Kurang lebih 400 KK yang tinggal di desa Gunung Wangun belum mendapatkan penerangan listrik. Ironisnya, diantara desa yang ada di Kecamatan Cibeber hanya desa Gunung Wangun yang belum mendapatkan penerangan listrik," katanya kepada Banten Ekspose baru-baru ini.


Menurut Ukan, untuk jaringan sebenarnya sudah ada hanya tinggal pengadaan KWH. Dan pihaknya sudah mengajukan hal ini kepada Pemerintah hanya tinggal menunggu realisasinya.
"Kalau pengajuan sih sudah kita ajukan, tinggal menunggu realisasinya, mudah-mudahan saja tahun ini bisa terealisasi," harap Ukan.(Yudha/BE)

Read more...

Quo Vadis Pasar Tradisional di Banten

Oleh Bambang DS

Setelah berdirinya supermarket lokal HERO, Gelael, pada tahun 70-an, menyusul Kem Chick dan Grasera mulailah geliat pasar modern selalu berkembang. Para pemain pasar modern paham benar tentang karakteristik belanja orang Indonesia yang snobish, yaitu perilaku pembelian irrasional karena dipengaruhi gengsi. Maka pasar modern pertama dengan luas lantai 10.000 m2, Makro berdiri pada awal 1990-an.

Pasar tradisional sejatinya memiliki keunggulan bersaing alamiah yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area penjualan yang luas, keragaman barang , harga yang rendah, sistem tawar menawar yang menunjukkan keakraban antara penjual dan pembeli merupakan keunggulan yang dimiliki oleh pasar tradisional.

Sayangnya walaupun menyandang keunggulan alamiah, pasar tradisional memiliki berbagai kelemahan yang menjadi karakter dasar yang sangat sulit diubah. Faktor desain dan tampilan pasar, atmosfir, tata ruang, tata letak, keragaman dan kualitas barang, promosi penjualan, jam operasional pasar yang terbatas, serta optimalisasi pemanfaatan ruang jual merupakan kelemahan terbesar pasar tradisional dalam menghadapi persaingan dengan pasar modern.

Dengan semakin pandainya konsumen menuntut ’nilai lebih’ atas setiap uang yang dibelanjakannya, maka kondisi pasar pasar tradisional yang kumuh, kotor, bau, dengan atmosfir seadanya dalam jam operasional yang relatif terbatas tidak mampu mengakomodasi hal ini. Kondisi ini menjadi salah satu alasan konsumen untuk beralih dari pasar tradisional ke pasar modern. Artinya, dengan nilai uang yang relatif sama, pasar modern memberikan kenyamanan, keamanan, dan keleluasaan berbelanja yang tidak dapat diberikan pasar tradisional.
Hal lain yang memperburuk citra pasar tradisional yang likakukan oleh segelintir oknum pelaku dan pedagang di pasar. Maraknya informasi produk barang yang menggunakan zat kimia berbahaya serta relatif mudah diperoleh di pasar tradisional, praktek penjualan daging oplosan, serta kecurangan-kecurangan lain dalam aktifitas penjualan dan perdagangan telah meruntuhkan kepercayaan konsumen terhadap pasar tradisional.

Kenyataan lain yang tidak dapat dipungkiri, Indonesia adalah negara dengan mayoritas konsumen berasal dari kalangan menengah ke bawah. Kondisi ini menjadikan konsumen Indonesia tergolong ke dalam konsumen yang sangat sensitif terhadap harga. Kekuatan faktor harga rendah yang sebelumnya menjadi keunggulan pasar tradisional mampu diruntuhkan oleh pasar modern, secara relatif tidak ada alasan konsumen dari kalangan menengah ke bawah untuk tidak turut berbelanja ke pasar modern dan meninggalkan pasar tradisional. Ijikanlah melalui uraikan berikut saya akan mencoba melihat bagaimana mencari jalan keluar agar pasar tradisional dan pasar modern berjalan secara mutualis symbioalis.

Karakteristik

Pasar tradisional merupakan tempat perjumpaan pedagang dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Sedangkan Pasar modern adalah pasar yang penjual dan pembeli tidak bertransaksi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga .

Permasalahan segera timbul tatkala pasar modern sedikit demi sedikit mulai menggerus keberadaan pasar tradisional. Dengan kondisi dan suasana belanja yang lebih bersih, nyaman, serta segala yang diperlukan ada di sana, membuat orang cenderung untuk meninggalkan pasar tradisional. Di sisi lain, makin lama barang - barang yang diperjualbelikan di pasar modern dan pasar tradisional pun hampir mirip. Bahkan harganya pun cenderung bersaing dengan pedagang di pasar tradisional dan bahkan pada beberapa kasus harga di pasar modern jauh lebih murah.

Regulasi

Pertarungan sengit antara pedagang tradisional dengan peritel raksasa merupakan fenomena umum era globalisasi. Jika Pemerintah tak hati-hati, dengan membina keduanya supaya sinergis, Perpres Pasar Modern justru akan membuat semua pedagang tradisional mati secara sistematis.

Setelah tertunda 2,5 tahun, Peraturan Presiden (Perpres) No 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, serta Toko Modern (biasa disebut Perpres Pasar Modern), akhirnya ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 27 Desember 2007 lalu.

Enam pokok masalah diatur dalam Perpres yaitu definisi, zonasi, kemitraan, perizinan, syarat perdagangan (trading term), kelembagaan pengawas, dan sanksi. Soal zonasi atau tata letak pasar tradisional dan pasar modern (hypermart), menurut Perpres, disusun oleh Pemerintah Daerah (Pemda). Ini membuat pemerintah pusat terkesan ingin “cuci tangan”, mengingat tata letak justru merupakan persoalan krusial sebab tak pernah konsisten dipatuhi, yang lalu membenturkan keduanya.

Eksistensi pasar modern di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Menurut data yang diperoleh dari Euromonitor (2004) hypermarket merupakan peritel dengan tingkat pertumbuhan paling tinggi (25%), koperasi (14.2%), minimarket / convenience stores (12.5%), independent grocers (8.5%), dan supermarket (3.5%).

Selain mengalami pertumbuhan dari sisi jumlah dan angka penjualan, peritel modern mengalami pertumbuhan pangsa pasar sebesar 2.4% pertahun terhadap pasar tradisional. Berdasarkan survey AC Nielsen (2006) menunjukkan bahwa pangsa pasar dari pasar modern meningkat sebesar 11.8% selama lima tahun terakhir. tiga tahun terakhir. Jika pangsa pasar dari pasar modern pada tahun 2001 adalah 24.8% maka pangsa pasar tersebut menjadi 32.4% tahun 2005. Hal ini berarti bahwa dalam periode 2001 – 2006, sebanyak 11.8% konsumen ritel Indonesia telah meninggalkan pasar tradisional dan beralih ke pasar modern.

Keberadaan pasar modern di Indonesia akan berkembang dari tahun ke tahun. Perkembangan yang pesat ini bisa jadi akan terus menekan keberadaan pasar tradisional pada titik terendah dalam 20 tahun mendatang. Pasar modern yang notabene dimiliki oleh peritel asing dan konglomerat lokal akan menggantikan peran pasar tradisional yang mayoritas dimiliki oleh masyarakat kecil dan sebelumnya menguasai bisnis ritel di Indonesia.
Metamorfosis

Jika kita melihat fakta bahwa regulasi seperti telah saya sebut diatas hampir-hampir tidak dapat manahan keruntuhan pasar tradisional maka kunci keberlangsungan hidup pasar tradisional adalah bermetamorfosis. Merubah diri dengan tuntutan selera konsumen yang ingin harga murah tetapi nyaman. Jati diri pasar tradisional yang terjalin keakraban antara pedagang dan pembeli harus disinergikan dengan kenyamanan dan kebersihan sebagai atmosfer lingkungan pasar.

Disinilah peran pemerintah daerah sebagai pemicu tersedianya infrastruktur perekonomian pada lingkup kabupaten/kota di Banten amat dinantikan. Desain pasar harus memperhatikan konsep atmosfer modern, bersih, nyaman, dan aman. Citra pasar yang becek, bau dan hal-hal negatif lainnya akan hilang. Disamping itu tersedianya komoditas lokal dari mulai sayuran, buah-buahan perlu didorong oleh pemerintah daerah melalui penyuluh pertanian dan perkebunan. Masyarakat yang memproduksi akan menikmati tingkat harga yang relatif baik dan pembelipun akan memperoleh harga yang murah karena ongkos transportasi rendah. Dengan demikian maka pepatah lama ” kali ilang kedunge, pasar ilang gaunge – sungai semakin dangkal dan pasar (tradisional) menjadi sepi” sedikit terbantahkan. Walau’alam bi sawab. (Penulis: Peneliti Poltek Piksi Input Serang & Penggiat Klinik Produktivitas Provinsi Banten/BE)

Read more...

Banten Akan Bangun Energi Alternatif

Kebutuhan Energi Listrik dialam jagat raya ini, sudah sangat tentu dibutuhkan guna menunjang aktivitas hidup kita, dan energi listrik sudah merupakan salah satu kebutuhan pokok yang penting hidup manusia guna menunjang setiap aktifitas sehari-hari. Tetapi energi listrik yang ada saat ini, yang masih menggunakan bahan bakar dari fosil bumi (batubara, solar –red), terlalu banyak dampak yang ditimbulkan yang merugikan dan berimbas bagi ketidakstabilan alam lingkungan, baik bagi kelangsungan hidup manusia maupun ketidakstabilan alam itu sendiri.

Sebut saja, polusi udara yang dihasilkan dalam produksi energinya yang ada saat ini, mulai merusak alam kehidupan dibelahan dunia sehingga salah satu penyebab terjadinya global warming. Begitu juga bahan bakar dari bahan-bahan fosil itu, selain semakin tahun semakin mahal harganya yang cukup banyak menyedot anggaran Belanja Negara. Plus! akan terjadi kelangkaan bahan bakar bersumber fosil bumi di tahun-tahun yang akan datang, serta yang lebih parah lagi menjadikan kerusakan alam yang sangat fatal karena akan terjadi kroposnya perut bumi, maka bencana alam yang akan membunuhi semua mahluk di bumi ini termasuk umat manusia.

Guna menjawab tantangan akan kebutuhan sumber energi listrik yang hemat bahan bakar dari bahan fosil dan ramah terhadap lingkungan kita, serta tidak menyebabkan kerusakan bagi alam lingkungan akibat dalam produksi energinya itu, maka pemerintah melalui SK Menteri Pertambangan dan ESDM RI, No.0026.K./30/MEM/2009, tanggal 15 Januari 2009 lalu, telah mengeluarkan dan menetapkan Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Potensi Panas Bumi sebagai bentuk kepedulian pemerintah untuk membangun sumber energi listrik alternatif yang ramah lingkungan dan tidak merusak alam serta kehidupan makhluk yang ada dibumi ini. Rencananya, pemerintah pusat yang bekerjasama dengan Pertamina setelah melakukan beberapakali survei maka akan membangun Sumber Tenaga Listrik alternatif Panas Bumi di wilayah Provinsi Banten, tepatnya kawasan Rawadano, Gunungkarang, Gunung Pulosari sebagai wilayah kerja dalam Pembangkit Listrik Energi Panas Bumi yang diperkirakan akan menghasilkan puluhan ribu megawatt tenaga listrik.

Menurut Kepala Bidang Pertambangan dan Geologi di Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Banten, Ir.Eko Palmadi,M.Si, energi listrik panas bumi ini adalah salah satu energi alternatif yang sangat dibutuhkan untuk menunjang kebutuhan aktifitas masyarakat didunia saat ini, khususnnya di Indonesia. Karena, selain ramah lingkungan dan tidak merusak alam, juga tidak memakai bahan bakar yang berasal dari fosil yang terkandung diperut bumi yang menyebabkan kroposnya perut bumi. “Tetapi energi ini hanya mengambil sumber panas bumi yang sudah terproses secara alami dari gunung-gunung yang ada. Agar produksinya itu tetap menghasilkan sumber energi listrik, maka alam itu (Hutan –red) harus selalu dijaga agar tidak rusak. Karena, kalau alam rusak maka sumber itu akan sia-sia dan otomatis mesin penggerak atau turbinnya itu tidak dapat memproduksi energi listriknya lagi,” jelas Eko di ruang kerjanya pada Banten Ekspose.

Jadi kata Eko, energi listrik panas bumi ini adalah sebuah terobosan terbarukan bagi pemerintah dalam menjawab tantangan di era saat ini. “Dan diwilayah banten ini, energi panas buminya sangat potensial untuk diberdayakan menjadi sumber tenaga listrik alternatif yang dapat menghasilkan ribuan megawatt tenaga listrik,” katanya.

Menurut Eko, penyelidikan panas bumi yang ada diwilayah Banten sudah dimulai sejak tahun 1974 yang dilakukan oleh Direktorat Geologi Departemen Pertambangan Pusat,dan kemudian dilanjutkan oleh Pertamina pada tahun 1975, yaitu dalam tahapan penyelidikan secara geologi, geokimia dan geofisika atau gaya berat dan geolistriknya.”Dari kompilasi hasil survei memperlihatkan, bahwa panas bumi di rawadano berada didaerah sekitar danau kaldera, yaitu di sebelah utara kerucut muda gunung karang, gunung parakasak dan gunung aseupan yang terbentuk berupa kelompok mata air panas yang tersebar di sekeliling danau kaldera itu,” jelasnya.

Lanjut Eko, berdasarkan hasil survei geokimia, bahwa sistem reservoir panas bumi di daerah banten, diperkirakan tepat berada disebelah utara gunung karang yaitu sebelah dalam depresi danau kaldera tersebut. Karena, pada lapisan batuan sedimennya mempunyai sifat permeabilitas tinggi sehingga dapat menyimpan fluida geothermal. ”Nah energi listrik panas bumi ini, tidak memanfaatkan bahan bakar dari fosil yang digali dari perut bumi. Tetapi panas bumi yang telah terproses secara alami itulah yang akan kita manfaatkan uap panasnya itu untuk mendorong mesin turbin yang dapat menghasilkan sumber energi listrik panas bumi, sehingga dalam pembangunanya itu alam sebagai penyimpan sumber panas bumi harus tetap terjaga agar jangan sampai rusak,” tuturnya.

Menurut data dan informasi dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten, tataguna lahan daerah Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) guna pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi ini diperkirakan akan menggunakan lahan untuk hutan lindung sekitar 2.290 Ha, hutan produksi seluas 940 Ha, hutan produksi terbatas 6.850 Ha, dan areal penggunaan lain seluas 30.990 Ha. ”Dan saat ini beberapa perusahaan berskala besar dari beberapa negara luar, seperti Inggris, Filipina dan selandia baru akan mengikuti tender itu guna pembangunan proyek listrik panas bumi tersebut, karena mereka sudah cukup canggih dalam teknologinya,” ujarnya.
Hal ini juga dikatakan oleh Kasi Migas Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Banten Tata Henda, ST, bahwa keberadaan energi listrik dari panas bumi ini sangat dibutuhkan saat ini.

”Karena cara kerja dalam produksinya itu sangat ramah lingkungan. Kalau bisa dikatakan adalah harus menjaga alam hutan itu sendiri, sehingga bisa memproduksi energi listriknya itu,” terangnya.

Kata Tata, energi listrik yang akan diproses itu adalah yang diambil uap panas bumi yang sudah ada secara alami. ”Dan dalam proses pembentukan energinya itu, seperti siklus, mengambil panasnya dan dikeluarkan kembali menjadi uap. Dan uap itu akan memuai ke udara yang akan menjadi endapan air hujan yang kembali akan diserap oleh tanah, seperti itulah cara kerjanya, makanya alam tidak boleh dirusak, kalau rusak alam hutannya, maka akan sia-sia proyek itu,” katanya. (Mulyadi/BE)

Read more...

Kantor Walikota Telan 7,7 Miliar

Teka-teki lokasi Pusat Pemerintahan Kota Serang, kini terjawab sudah. Di atas luas lahan 2 hektar, dikawasan Perumahan Highland Park (Kota Serang Baru), Kelurahan Banjar Agung, Cipocok Jaya, minggu kemarin (13/5) dimulai peletakan batu pertama. Diketahui, dana tersebut berasal dari dana alokasi khusus (DAK) Rp 7,7 miliar dan 10 persen dana pendamping dari APBD Kota Serang 2009

Pada kesempatam tersebut, Walikota Serang Bunyamin menegaskan, pembangunan gedung yang terdiri atas 3 lantai yang masing-masing lantainya seluas 800 meter persegi itu harus berkualitas. Karena pembangunan gedung ini proyek pertama Pemkot, maka pembangunan itu akan menjadi imej bagi Pemkot dan menjadi sorotan publik.

Ia mengingatkan kepada para kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD), terutama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) untuk menata lingkungan sekitar agar seimbang.
Acara yang dimulai pukul 09.00 itu dihadiri kepala SKPD, unsur Muspida, Direksi PT Tidar Sejahtera, perwakilan PT Pudjipapan Kreasindo selaku pemilik lahan, serta warga sekitar. Sementara Wakil Walikota Serang Tb Haerul Jaman tidak hadir.

Direktur PT Tidar Sejahtera Taqwin Ali Mukhtar berjanji akan melibatkan warga sekitar sesuai kemampuan dan kebutuhan. “Saya tak ingin memaksakan. Kalau memang hanya bisa mengaduk semen, kami akan berdayakan untuk itu,” urainya.

Dikatakan, pembangunan akan melibatkan 100 pekerja selama 180 hari kerja. Apabila terkendala cuaca, misalnya, paling lama pembangunan mundur satu bulan atau paling cepat 2 minggu.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Serang Nana Suryana mengatakan, lahan parkir dan pemagaran akan dianggarkan pada APBD Perubahan Kota Serang sebesar Rp 1 miliar. Pusat perkantoran ini untuk kantor walikota, wakil walikota, asisten daerah (asda) beserta kepala bagiannya, dan sekretariat daerah.

“Pusat perkantoran ini minus SKPD. Kantor bagi para SKPD akan menyusul,” ujar Nana.
Dikatakan, disekeliling lahan fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos fasum) milik KSB itu terdapat beberapa pemakaman warga.

“Tapi jumlahnya tak banyak. Di satu titik, misalnya, hanya sekitar satu atau dua makam. Tetapi nanti akan kita pindahkan ke pemakaman umum. Camat dan warga sekitar juga telah setuju,” ungkapnya. (la manna/BE)

Read more...

Lorem Ipsum

  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP