Diberdayakan oleh Blogger.
Meretas Jalan Masa Depan

Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah

Senin, 22 Juni 2009

Masyarakat Pertanyakan Kinerja BPN Pandeglang

Sertifikat Reforma Agraria Lelet,

Program Reforma Agraria di Pandeglang, yang didanai dari ADB loan tahun 2008 dipertanyakan masyarakat. Pasalnya, kegiatan yang diinformasikan selesai November 2008 ini, hingga kini belum kelar. Padahal, masyarakat sendiri telah melengkapi persyaratan yang dibutuhkan oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional).

Menurut Kepala Desa Tarumanegara Rahmat, sertifikat program reforma agraria masih banyak yang belum diserahkan ke desa. Sedangkan semua persyaratan telah dipenuhi oleh masyarakat. “Kalaupun ada, tentunya berkas itu akan kembali ke desa untuk diperbaiki. Namun kenyataannya, belum ada suatu kejelasan tentang sertifikat, sehingga masyarakat hampir tiap hari mempertanyakannya ke desa,” ujarnya.

Sementara itu, menurut Ketua BPD Banyuasih Subroto yang didampingi Camat Cigeulis Agus Riyanto, S. Sos di kantor Kecamatan Cigeulis mengatakan, Desa Banyuasih mendapatkan program reforma agrarian sebanyak 491 buku. Namun semuanya belum selesai, sedangkan untuk persyaratan administrasi sampai biaya BPHTB sebagian telah selesai.

“Kenyataan yang telah dijanjikan belum juga turun. Padahal, Desa Banyuasih rencananya akan membuat pengembangan reforma ini dengan kegiatan revitalisasi. Karena sertifikat tersebut sebagai peryaratan belum juga tiba dan akhirnya program itu tidak jadi,” terangnya.

Camat Kecamatan Cigeulis Agus Riyanto, S. Sos mengatakan, program reforma agraria sangat membantu masyarakat, dan pemerintah kecamatan. “Bagi kita mempermudah dan memperjelas administrasi pertanahan yang ada di kecamatan. Sementara, untuk masayarakat selain mempunyai surat sah tentang kepemilikan tanah, sertifikat dapat dijadikan modal untuk usaha,” terangnya.

Berkait dengan keterlambatan BPN, Agus menyatakan, seharusnya pihak BPN memberikan kabar yang kurat kepada masyarakat. Sehingga kalau ada kekurangan bisa ditindaklanjuti oleh panitia dan pemerintah desa.

“BPN seharusnya memberikan kabar untuk ditindak lanjuti oleh panitia dan kepala desa. Bila tersangkut masalah BPHTB, seharusnya BPN menurunkan saja yang telah lunas. Sehingga masyarakat yang terkena BPHTB akan segera melunasinya. kalau semua menunggu, sampai kapan sertifikat itu akan jadi,” pungkasnya (Sofyan_banten ekspose)

Read more...

Sabtu, 20 Juni 2009

Ekora, Keberpihakan Sebatas Wacana?

Ada apa dengan ekonomi kerakyatan (ekora)? Kenapa semua Capres menjual isu ini dalam agenda perbaikan ekonomi rakyat bawah? Padahal dalam prakteknya, yang sudah-sudah, jauh panggang dari api. Para ‘penguasa’ selalu bilang pemberdayaan ekonomi rakyat, prakteknya justru tidak jarang menyingkirkan ekonomi rakyat.

Hari itu, seolah menjadi hari yang apes bagi Soleman (bukan nama sebenarnya, red). Betapa, setiap hari ia menggantungkan nasib dapurnya dengan berjualan kaki lima disebuah kawasan perdagangan di Banten. Semuanya berjalan seperti biasa, tak ada masalah. Malah, bila ada ‘petugas retribusi kebersihan dan keamanan, ia pun tidak banyak omong. “ya….., kan itu juga untuk kepentingan kita”, begitulah pikir Soleman sebelumnya.

Entah mimpi apa, saat itu pagi menjelang siang, sekira pukul 10.00, dagangan Soleman harus segera dikemas. Padahal, baru saja ia menggelar dagangannya. Kalau tidak, tahu sendiri, lapak dagangannya bakal ‘diamankan’ petugas.

“Ya…. Begitulah kang, nasib kami para pedagang kecil,” ungkap Soleman, saat ngobrol lepas di kiosnya, yang sangat jauh dari ukuran kelayakan usaha, orang-orang yang selalu bankisme.

Sendiriankah Soleman? Tidak. Banyak sekali semacam sosok Soleman, yang jungkir balik mengejar nafkah, walaupun terkadang kucing-kucingan dengan petugas. Mereka ada di seluruh wilayah Banten. Ironisnya, saat mereka memulai usaha, aparat pemerintah yang berwenang mengatur ‘zonasi’ usaha, bersikap biasa-biasa saja. Tapi, setelah mereka merasa tentram berjualan dan bisa menghidupi anak istrinya, tidak jarang digusur. Katanya, demi kebersihan dan keindahan kota.

Sedikit saja kita mau menelusur. Setiap pemerintah daerah (kabupaten/kota) di Banten, akan merenovasi --bahkan ada yang merelokasi sebuah pasar, yang terkorbankan adalah pedagang-pedagang kecil, yang bermodal cekak dan sangat tidak hapal dengan perbankan. Lantas kebijakan seperti apa, yang akan diberlakukan dan harus dipatuhi oleh para pelaku ekonomi kecil (baca: kerakyatan)?

Mereka para pelaku ekonomi kecil yang tersingkirkan itu, umumnya minim akses dengan kalangan pengambil kebijakan. Baik dalam lingkup pemerintahan daerah maupun posisi tawar dengan ‘kelompok’ pengembang.

“Ini bukan nasib. Tapi sebuah bukti, masih belum berpihaknya kebijakan pemerintah terhadap pelaku usaha kecil,” ungkap Johari, aktifis Parlemen Pemuda Indonesia.

Dalam tulisannya, Mardiyatmo Hutomo, menyatakan bahwa rumusan konstitusi kita yang menyangkut tata ekonomi yang seharusnya dibangun, belum cukup jelas sehingga tidak mudah untuk dijabarkan bahkan dapat diinterpretasikan bermacam-macam (semacam ekonomi bandul jam, tergantung siapa keyakinan ideologi pengusanya). Tetapi dari analisis historis sebenarnya makna atau ruhnya cukup jelas.

Ruh tata ekonomi usaha bersama yang berasas kekeluargaan, ujar Staf Ahli pada Proyek Pengembangan Prasarana Perdesaan di Bappenas itu, adalah tata ekonomi yang memberikan kesempatan kepada seluruh rakyat untuk berpartisiasi sebagai pelaku ekonomi. Tata ekonomi yang seharusnya dibangun adalah bukan tata ekonomi yang monopoli atau monopsoni atau oligopoli. Tata ekonomi yang dituntut konstitusi adalah tata ekonomi yang memberi peluang kepada seluruh rakyat atau warga negara untuk memiliki aset dalam ekonomi nasional.

Tata ekonomi nasional adalah tata ekonomi yang membedakan secara tegas barang dan jasa mana yang harus diproduksi oleh pemerintah dan barang dan jasa mana yang harus diproduksi oleh sektor private atau sektor non pemerintah. Mengenai bentuk kelembagaan ekonomi, walaupun dalam penjelasan pasal 33 dinterpretasikan sebagai bentuk koperasi, tetapi tentu harus menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan lingkungan

Mana Wilayah Rakyat?
Sudah jatuh tertimpa tangga. Ungkapan ini, layak pula disandang kaum pedagang dan pelaku ekonomi kecil, yang bermodal pas-pasan. Betapa, mereka banyak yang sudah tersingkir, kini harus berhadapan dengan kekuatan kelompok pelaku ekonomi kakap, yang sama-sama bertarung di pangsa pasar, yang sepantasnya garapan kelompok ekonomi kecil.

Tak percaya? Coba tengok deretan rak-rak di minimarket dan supermarket. Bedakah yang mereka jual, dengan yang dijual kelompok pedagang kecil di pasar-pasar tradisional, warung-warung kecil atau kaki lima. Nyaris sama. “Inilah sebetulnya yang menjadi pemicu persaingan yang tidak seimbang. Seharusnya, pemerintah daerah lebih memikirkan ekonomi rakyat kecil,” ungkap Gili, Pegiat Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Serang.

Ketidakseimbangan dan merasa diperlakukan tidak adil, ini pula yang memicu kelompok-kelompok pedagang kecil mengorganisir diri. Bahkan, beberapa waktu lalu mereka sempat melakukan aksi-aksi jalanan. Karena saluran aspirasi mereka di lembaga parlemen daerah tersumbat. Sayangnya, organisasi-organisasi pedagang kecil ini, akhirnya banyak melahirkan petualang-petualang, dan bergerak untuk kepentingan sendiri dengan mengatasnamakan kelompok pedagang kecil.

“Itu hanya sebuah ekses saja. Intinya bukan disitu, pemerintah daerah dan kalangan wakil rakyat, harus cepat tanggap. Keputusan yang diambil, jangan mengacu pada keinginan penguasa tapi harus bermuara pada kebutuhan riil masyarakat kecil,” kilah Gili.

Menyikapi persoalan ini, lanjut Gili, memang harus bijak. Kuncinya ada di kalangan pemutus kebijakan. Celakanya, tidak jarang kebijakan yang diambil cenderung merugikan kelompok pelaku ekonomi kecil, dengan dalih untuk kemajuan daerah dan menambah pendapatan.

Menyoal ekonomi kerakyatan, tentu saja bukan sebatas pada kelompok para pedagang kecil dan mikro. Termasuk juga, mereka kelompok petani penggarap, buruh tani dan kelompok-kelompok warga miskin, yang hidup di sekitar hutan. Bahkan, kelompok yang terkahir ini, tidak jarang diklasifikasikan sebagai kelompok perambah hutan.

Ironisnya lagi, ketika mereka melakukan penambangan di wilayah hutan atau mereka yang buka lahan, selalu dipersalahkan. Betulkah demikian? Sementara, kelompok hilir –yang umumnya masuk kategori pelaku ekonomi menengah dan atas, tidak dipersalahkan. “Padahal, merekalah yang menikmati nilai lebihnya. Kalau yang disebut kecil-kecil itu, kan tenaganya doang, hasilnya mah sedikit,” ujar Arif aktivis LSM Pusaka Banten.

Jelas sudah, pemihakan terhadap wilayah ekonomi rakyat, baik pedagang kecil, petani penggarap dan buruh tani, maupun mereka yang selalu dianggap merambah hutan dan selalu dipersalahkan merusak lingkungan, masih kurang. Berharap pada mereka yang duduk di lembaga legislatif, sah-sah saja. Pun demikian, berharap dengan kepentingan eksekutif di pemerintahan daerah.

Ekonomi kerakyatan adalah watak atau tatanan ekonomi rakyat, sama halnya dengan ekonomi kapitalis liberal atau ekonomi sosialis komunis, adalah watak atau tatanan ekonomi. Ekonomi kerakyatan adalah watak atau tatanan ekonomi dimana, pemilikan aset ekonomi harus didistribusikan kepada sebanyak-banyaknya warga negara. Pendistribusian aset ekonomi kepada sebanyak-banyaknya warga negara yang akan menjamin pendistribusian barang dan jasa kepada sebanyak-banyaknya warga negara secara adil. Dalam pemilikan aset ekonomi yang tidak adil dan merata, maka pasar akan selalu mengalami kegagalan, tidak akan dapat dicapai efisiensi yang optimal (Pareto efficiency) dalam perekonomian, dan tidak ada invisible hand yang dapat mengatur keadilan dan kesejahteraan.

Berubahkah nasib ekora, ketika republik ini punya pemimpin baru? Wait and see. Mungkin itulah jawaban sementara. (S.age_BE)

Read more...

Rabu, 10 Juni 2009

Pembuatan Irigasi Kali Cipinggan Disambut Warga

Warga Desa Tamanjaya Kecamatan Cikulur Kabupaten Lebak menyambut gembira dengan dibangunnya irigasi kali Cipinggan. Pasalnya, pembangunan irigasi tersebut telah lama dinanti warga desa. Pembangunan irigasi kali Cipinggan yang kini sedang dikerjakan, nantinya akan berdampak baik akan kelangsungan hidup para petani di Desa Tamanjaya.

Ramli (55) tokoh masyarakat Desa Tamanjaya, belum lama ini mengatakan, pembangunan irigasi kali Cipinggan tersebut merupakan dambaan para warga petani Desa Tamanjaya. Untuk itu, segenap petani Desa Tamanjaya sangat berterimakasih kepada pemerintah yang telah memperhatikan dan peduli akan kebutuhan para petani.

Masih dikatakan Ramli, apabila pembangunan irigasi kali Cipinggan telah selesai dikerjakan, maka akan berfungsi mengaliri areal persawahan seluas 150 hektare yang tersebar di 6 Blok areal persawahan, diantaranya areal persawahan di Blok Cikemplong, Leuwi Urug, Kadu Kasep, Cikaracak, Nangka Geuhgeur dan Blok Taman. Kemudian, lanjut Ramli, akan dapat pula meningkatkan hasil produktifitas hasil panen padi milik petani.

“Apabila pembangunan irigasi kali Cipinggan selesai dikerjakan dan dapat berfungsi mengaliri areal persawahan, kami yakin, hasil panen padi petani akan mengalami peningkatan,” kata Ramli yang juga seorang petani, kepada Banten Ekspose.

Terpisah, Kepala Desa Tamanjaya, Eeng Sutisna saat ditemui Banten Ekspose di kediamannya mengatakan, pihaknya mengucapkan terimakasih kepada Pemkab Lebak atas dilaksanakannya pembangunan irigasi di desanya. Menurutnya, pembangunan irigasi tersebut banyak manfaat yang akan diambil oleh warga desa khususnya para petani di Desa Tamanjaya.

Dikatakan Eeng, walaupun kegiatan pembangunan irigasi tersebut dikerjakan oleh pihak ketiga (rekanan –red) namun, dalam pantauan pihaknya pelaksanaan dilapangan sangat bagus dan baik sesuai RAB. Terlebih lagi, kata Eeng, pihak rekanan tersebut dapat diajak kerjasama dengan merekrut sebanyak 35 warga desa untuk dijadikan pekerja pada proyek pembangunan irigasi tersebut.

“Alhamdulillah, pantauan kami dilapangan, kegiatan pembangunan irigasi tersebut berjalan dengan baik, lancar dan sesuai harapan. Hal itu, dikarenakan para tenaga kerjanya seluruhnya diambil dari warga desa Tamanjaya,” kata Eeng.

Dalam pembangunan irigasi kali Cipinggan tersebut, lanjut Eeng lagi, memiliki volume panjang irigasi 1 kilometer, yang nantinya akan mengaliri luas areal persawahan 150 hektare yang terdapat di 6 Blok areal persawahan di Desa Tamanjaya. Namun, pihaknya sangat berharap sekali kepada pemerintah untuk dapat menambah volume panjang irigasi sekitar 1,5 kilometer lagi, guna memaksimalkan kebutuhan petani akan air agar dapat mengaliri persawahannya dalam rangka meningkatkan produktifitas hasil panen padi yang tersebar di 6 Blok tersebut.

“Dengan tidak mengurangi rasa terimakasih kami kepada pemerintah. Dengan maksud memaksimalkan fungsi air agar dapat mengaliri areal persawahan dan meningkatkan produktifitas panen padi petani. Untuk itu kami memohon agar pemerintah dalam hal ini untuk dapat memperpanjang volume irigasi dengan menambah 1,5 kilometer lagi. Kami yakin apabila keinginan kami itu dapat terealisasi, maka Desa Tamanjaya akan menjadi lumbung padi di Kecamatan Cikulur,” kata Eeng. (Sudrajat)

Read more...

Dua Kecamatan Di Kabupaten Lebak Dapat Program Ajudikasi

Pada tahun 2009 ini, dua kecamatan di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten mendapatkan program Ajudikasi (pembuatan sertifikat massal –red). Dua kecamatan tersebut diantaranya, Kecamatan Cikulur, sebanyak 10 desa dan Kecamatan Cimarga, sebanyak 10 desa.

Untuk di Kecamatan Cikulur, 10 desa diantaranya, Desa Sukaharja, Parage, Sukadaya, Sumurbandung, Cigoong Utara, Cigoong Selatan, Curugpanjang, Tamanjaya, Muncangkopong dan Desa Muaradua. Masing-masing desa mendapat sebanyak 500 sertifikat.

Kasubag TU BPN Kabupaten Lebak, H. Kurnaedi saat ditemui diruang kerjanya belum lama ini mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 tahun 1960 pasal 19 dan PP 24 tahun 1997, yang pelaksanaannya diatur dalam Permenag No. 397.

Dijelaskan, Program Ajudikasi merupakan, kegiatan dan proses dalam rangka pendaftaran yang pertama kali berupa pengumpulan dan penetapan data fisik dan data yuridis mengenai sebidang atau lebih untuk keperluan pendaftarannya.

“Dan ini, merupakan sistematik, artinya, kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah suatu desa/kelurahan yang biayanya ditanggung pemerintah,” kata H. Kurnaedi.

Lebih lanjut, H. Kurnaedi menjelaskan, program ajudikasi ini tidak dipungut biaya (gratis –red), hanya yang harus dipenuhi oleh warga (pemohon) hanya materai sebanyak kurang lebih 7 buah berikut patok dan itu semua bisa di musyawarahkan di desa, terkait Peraturan desa (Perdes).

Luar dari itu, lanjut H. Kurnaedi, tidak boleh ada pungutan, termasuk Kepala desa (Kades) dan Sekretaris desa (Sekdes), karena Kades dan Sekdes termasuk panitia dalam pelaksanaanya.

“Bila kenyataannya ada yang memungut diluar aturan, itu namanya oknum dan nantinya bisa berurusan dengan pihak yang berwajib, bila ada yang melapor,” katanya. (Holik_BE)

Read more...

Selasa, 09 Juni 2009

Jalan Raya Sampay – Cileles “Bopeng”

Pemerintah Diminta Segera Tangani

Kondisi Jalan Raya Sampay – Cileles, kini kondisinya kian parah. Pasalnya disepanjang jalan tersebut kondisi fisiknya tidak mulus, banyak terdapat lubang-lubang bagaikan bopeng di wajah. Kondisi jalan yang rusak tersebut, sangat dikeluhkan sekali para pengguna jalan dan tak sedikit terjadi kecelakaan di jalan.

Holik (22) warga Desa Sumurbandung, Kecamatan Cikulur yang bermata pencaharian supir angkot kepada Banten Ekspose mengatakan, dirinya dan teman-teman semata pencaharian merasa kurang nyaman ketika melalui jalan tersebut. Hal itu dikarenakan, kondisi fisik jalan yang kurang layak digunakan, banyak terdapat lubang-lubang kecil dan besar yang sangat menggangu laju kendaraan yang terkadang pula dapat merusak kendaraan.

“Jelas, dengan kondisi jalan yang berlubang, kami merasa terganggu dan tidak nyaman berkendaraan, hal itu dapat mengakibatkan kerusakan pada kendaraan kami,” katanya.

Masih menurut Holik, pemerintah terkesan kurang peduli dan acuh tak acuh menanggapi kondisi jalan rusak tersebut. Hal itu terlihat dari lambatnya penanganan perbaikan jalan tersebut. Padahal, lanjut holik, dipinggir sepanjang jalan tersebut, kurang lebih dua bulan yang lalu sudah terdapat tumpukan-tumpukan batu kerikil (split), namun hingga kini belum ada aktivitas perbaikan atau penambalan lubang-lubang di jalan tersebut.

“Saya merasa aneh, kurang lebih dua bulan yang lalu, tumpukan batu kerikil (split –red) itu ada, kok dibiarkan menumpuk begitu aja dipinggir-pinggir jalan yang rusak. Amat disayangkan…,” tutur Holik.

Hal senada diungkapkan, Asep (40) warga Desa Gumuruh Kecamatan Cileles, menurutnya, akibat lambatnya tindakan perbaikan jalan yang rusak oleh pemerintah, sehingga sering dimanfaatkan oleh sekelompok anak muda untuk menutupi lubang-lubang pada jalan yan rusak dengan menggunakan batu kerikil bercampur tanah merah sambil meminta sumbangan kepada para pengguna jalan. Amatlah disayangkan, karena menurut Asep, apabila hujan turun jalan tersebut akan sangat kotor dan licin karena adanya tanah merah yang digunakan untuk menutupi pada lubang-lubang jalan tersebut.

“Tindakan yang dilakukan sekelompok anak muda tersebut agak sedikit mengganggu keamanan dan kenyamanan bagi si pengguna jalan. Bila hujan turun, kondisi jalan tersebut akan kotor, licin dan rawan kecelakaan,” kata Asep.

Baik Holik maupun Asep, meminta kepada pemerintah untuk segera memperbaiki kondisi jalan yang rusak dan berlubang, agar para pengguna jalan dapat merasa aman dan nyaman dalam berkendaraan.

Sementara itu, Kabid pemeliharaan jalan dan jembatan pada Dinas Bina Marga Kabupaten Lebak, Maman SP, sampai saat ini belum bisa dimintai komentarnya. Pasalnya, ketika Banten Ekspose hendak mengkonfirmasi hal tersebut, pihaknya sedang tidak ada di kantor.
“Maaf, pak Maman nya lagi keluar, sedang rapat paripurna di gedung dewan. Lain waktu aja pak, kesini lagi,” ujar salah satu stafnya.

Menurut sumber Banten Ekspose, bahwa kondisi Jalan Raya Sampay – Cileles merupakan tanggung jawab Pemprov Banten. Baik dalam pembangunan maupun pemeliharaannya menggunakan anggaran APBD Provinsi Banten.

Sering Terjadi Kecelakaan
Sementara itu, sejumlah warga dan pengguna jalan meminta kepada pemerintah, agar lebih serius memperhatikan jalan Raya Ciminyak, Muncang – Sobang. Pasalnya jalan raya yang memiliki panjang 27 kilometer dan lebar 3 meter tersebut, beresiko tinggi akan kecelakaan lalu lintas. Hal itu, dikatakan Sekretaris Camat (Sekmat) Kecamatan Sobang, H. Mukri Hidayat pada Banten Ekspose belum lama ini.

Dikatakannya, kondisi Jalan Raya tersebut memiliki banyak tikungan tajam yang pinggir-pigirnya jurang, sehinggga sangat rawan akan kecelakaan kendaraan. Belum lama ini, lanjutnya terjadi kecelakaan mobil truk Hino yang mengakibatkan 2 orang tewas dan yang lainnya luka-luka.

“Karena kondisi jalan yang sempit dan banyak tikungan tajam, sehingga sangat rawan akan kecelakaan. Dan baru-baru ini 2 orang meninggal akibat kecelakaan mobil truk Hino masuk jurang,” katanya.

Guna menimimalisir kecelakaan, pihaknya pernah mengajukan permohonan ke dinas-dinas terkait agar disepanjang Jalan Raya Ciminyak, Muncang – Sobang dipasang rambu-rambu lalu lintas, pengamanan pagar lalu lintas karena banyak terdapat tikungan tajam dan jurang, di pasang Penerangan Jalan Umum (PJU) dan diperlukan pelebaran jalan.

“Kami mohon, pada dinas dan pihak terkait untuk lebih memperhatikan akan keselamatan para pengguna jalan, agar tercipta rasa aman dan nyaman dalam berkendaraan,” katanya. (Sudrajat, Holik)

Read more...

Senin, 08 Juni 2009

MTs Ar Ribathiyah Kekurangan Kelas, Lapor Depag Belum Dijawab

Madrasah Tsanawiyah (MTs) Ar–Ribathiyah yang berlokasi di Desa Curugpanjang, Kecamatan Cikulur, Kabupaten Lebak, saat ini sangat membutuhkan Ruang Kelas Baru (RKB). Pasalnya, jumlah ruang kelas yang ada tidak sesuai dengan jumlah siswa. Saat ini jumlah siswa yang tercatat di MTs Ar-Ribathiyah sebanyak 287 siswa, jumlah ruang kelas sebanyak 3 ruang dan rombongan belajar (rombel) sebanyak 7 rombel.

“Kami sangat kekurangan RKB, untuk ruang kelas, idealnya harus sesuai dengan jumlah rombel. Sehingga sesuai data yang ada, jelas kami sangat kekurangan 4 ruang kelas,” kata Kepala MTs Ar-Ribathiyah, Nasrudin saat ditemui Banten Ekspose diruang kerjanya belum lama ini.

Langkah upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut, lanjut Nasrudin, pihaknya telah beberapa kali mengajukan permohonan (proposal-red) kepada pemerintah. Permohonan tersebut disampaikan, baik melalui Kantor Departemen Agama (Kandepag) Kabupaten Lebak, Kantor Wilayah Departemen Agama (Kanwil Depag) Provinsi Banten bahkan hingga ke Departemen Agama di Jakarta. Namun, hingga kini, lanjut Nasrudin, permohonan tersebut belum ada realisasinya.

“Permohonan tersebut telah kami sampaikan ke Depag Kebupaten Lebak, Kanwil Depag Provinsi Banten hingga ke Kantor Depatemen Agama Pusat. Tapi hingga kini kami belum mendapat jawabannya,” jelas Nasrudin.

Ditambahkan Nasrudin, dengan jumlah siswa sebanyak 287 orang dan 3 ruang kelas, dapat dibayangkan betapa sulitnya mengatur kegiatan belajar mengajar (KBM). Akibat dari kekurangan kelas tersebut, berdampak pada menurunnya semangat belajar siswa yang pada akhirnya prestasi siswa pun mengalami penurunan.

“Kami dapat merasakan dan menilai, akibat kekurangan kelas tersebut, berdampak pada KBM tidak efektif, semangat belajar siswa menurun dan prestasi siswa juga menurun,” kata Nasrudin.

Untuk itu, pihaknya berharap kepada pemerintah untuk segera merealisasikan permohonan untuk menambah RKB di lingkungan MTs Ar-Ribathiyah, agar apa yang dicita-citakan oleh bangsa dan Negara dalam upaya mencerdaskan anak bangsa dan meningkatkan mutu pendidikan dapat terwujud sesuai harapan.

Terpisah, Kepala Desa Curugpanjang, Oji Fakhroji saat dimintai komentarnya, mengatakan sebagian besar siswa di sekolah tersebut berasal dari Desa Curugpanjang. Oleh karena itu, pihaknya sering menerima keluhan baik dari warga desa (orang tua siswa) maupun pihak sekolah terkait kondisi MTs Ar-Ribathiyah yang sangat kekurangan ruang kelas. Untuk itu, pihaknya sangat berharap kepada pemerintah untuk segera mengabulkan permohonan MTs Ar-Ribathiyah, agar dalam upaya mencerdaskan anak didiknya dapat berjalan optimal dan meraih prestasi yang dapat dibanggakan.

“Memang saya sering menerima keluhan (curhat-red) baik dari para orang tua siswa maupun pengelola MTs Ar-Ribathiyah, karena mereka itu, sebagian besar adalah warga saya. Untuk itu saya selaku Kepala Desa Curugpanjang sangat berharap kepada pemerintah untuk segeranya mengabulkan permohonan tersebut menjadi kenyataan. Agar KBM di MTs Ar-Ribathiyah dapat berjalan optimal dan dapat menjadikan anak didiknya berpretasi,” kata Oji pada Banten Ekspose dikediamannya.(RA.Sudrajat)

Read more...

Kamis, 04 Juni 2009

Kontingen O2SN Cikulur Raih Medali Emas

Kontingen Olimpiade Olahraga Sekolah Nasional (O2SN) Kecamatan Cikulur, Kabupaten Lebak, baru-baru ini telah mengukir sejarah baru dalam bidang olahraga dengan meraih medali Emas pada cabang olahraga Tenis Meja Putra, tingkat SD pada kegiatan O2SN tingkat Provinsi Banten tahun 2009. Hal itu dikatakan Kepala UPT Pendidikan Kecamatan Cikulur, Ohim S.Pd pada Banten Ekspose diruang kerjanya (4/6).

Dikatakan Ohim, medali emas tersebut diraih oleh Ricky Zulkarnaen yang merupakan siswa SD Cigoong Utara, Kecamatan Cikulur yang pada saat itu, ikut serta dalam Kontingen Kabupaten Lebak pada acara O2SN tingkat Provinsi Banten tahun 2009 cabang olahraga Tenis Meja Putra tingkat SD. Ricky Zulkarnaen, lanjut Ohim, pada saat O2SN tingkat Kabupaten Lebak tahun 2009 juga meraih medali emas pada cabang olahraga yang sama, sehingga secara otomatis mewakili Kabupaten Lebak ke tingkat Provinsi Banten.

“Pada saat O2SN tingkat Kabupaten Lebak 2009, medali emas pada cabang Tenis Meja Putra tingkat SD diraih Ricky Zulkarnaen asal kontingen Kecamatan Cikulur. Untuk itu, Ricky mewakili Kabupaten Lebak ke tingkat Provinsi dan Alhamdulillah, medali emas pun di raih,” kata Ohim.Prestasi emas yang telah diukir Ricky Zulkarnaen, kata Ohim lagi, diharapkan mampu dijadikan cermin bagi rekan-rekan atau teman-teman di sekolahnya untuk termotivasi agar kedepan lebih dapat berkembangan dengan baik.

“Ricky Zulkarnaen telah mengukir sejarah baru (besar –red) dengan mempersembahkan medali emas bagi kita. Prestasi emas tersebut merupakan hasil dari kerja keras dan berlatih secara serius. Untuk itu, apa yang telah di persembahkan oleh Ricky, patut kita hargai dan hormati, karena telah membawa harum nama Kecamatan Cikulur, pada khususnya dan Kabupaten Lebak pada umumnya,” ucap Ohim.

Terpisah, Penilik PLS pada UPT Pendidikan Kecamatan Cikulur, Juli S.Pd memohon pada pemerintah, bagi putra daerah atau siswa yang mempunyai prestasi agar diberikan penghargaan seperti, bea siswa dan terus melakukan pembinaan yang bersifat bersinambungan sehingga para siswa dapat lebih termotivasi meningkatkan prestasinya.

“Kami mohon, pemerintah lebih serius dengan memberikan penghargaan bagi siswa yang meraih prestasi, seperti bea siswa dan melakukan pembinaan yang konkrit dirasakan, hal itu dimaksudkan agar para siswa lebih termotivasi dalam meningkatkan prestasinya,” kata Juli pada Banten Ekspose saat ditemui diruang kerjanya (4/6). (RA. Sudrajat_BE)

Read more...

Kec. Panggarangan Genjot Pembangunan Infrastruktur

Masyarakat Kecamatan Panggarangan rasanya patut bersyukur, pasalnya, tahun ini Kecamatan yang berada di Wilayah Lebak selatan (Baksel) ini mendapatkan alokasi anggaran yang cukup pantastis yakni sebesar Rp. 9,9 milyar.

Tentunya, Pemerintah berharap kucuran dana tersebut mampu mendorong upaya percepatan pembangunan disegala bidang.

"Allhamdulilah, untuk TA 2009 Kecamatan Cihara mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp.9,9 milyar yang diprioritaskan untuk pembangunan Infrastruktur," kata Camat Panggarangan Eka Darmana.P kepada Banten Ekspose baru-baru ini.

Alokasi dana tersebut lanjutnya, diprioritaskan untuk pembangunan sarana insfratruktur. Mengingat, sarana Infrastruktur di Kecamatan Panggarangan masih minim serta masih banyak sejumlah sarana inspratruktur yang kondisinya memprihatinkian.

"Dari dana tersebut memang diprioritaskan untuk pembangunan jalan desa, karena memang kondisi jalan desa yang ada di Kecamatan Panggarangan kondisinya masih banyak yang memprihatinkan," ujarnya.

Saat ini lanjutnya, sejumlah pembangunan sudah mulai action seperti rehab sarana kesehatan (puskesmas, Red), rehab SD, dan pembangunan jalan desa.

"Mudah-mudahan saja, dengan suntikan dana tersebut mampu mempercepat laju pembangunan serta ekonomi sehingga Kecamatan Panggarangan bisa setara dengan Kecamatan lain yang lebih dulu maju," tandasnya.


Selain menggenjot pembangunan dibidang Infrastruktur lanjut Eka, pihaknya juga saat ini sedang gencar melakukan pembangunan baik fisik maupun mental. Sebab, jika tidak diimbangi dengan pembangunan fisik dan mental pembangunan tidak akan seimbang.
"Masa iya, Infrastruktur sudah oke tetapi fisikis dan mentalnya tidak kita bangun," tukasnya.(Yudha_BE)

Read more...

Biaya Pembuatan Website Sekolah Dinilai Mahal

Kepsek di Lebak Merasa Keberatan

Dinas Pendidikan Provinsi Banten bekerjasama dengan PT. Telkom dan Jaringan Informasi Pendidikan Provinsi Banten (JIP–B) yang direncanakan pada tahun ini akan membuatkan website pada tiap-tiap sekolah se-Provinsi Banten. Program pembuatan website sekolah tersebut akan dilaksanakan oleh Jaringan Informasi Pendidikan Provinsi Banten (JIP–B) sebagai lembaga resmi pembuat website sekolah se Provinsi Banten.

Namun, dalam hal ini sejumlah kepala sekolah di Kabupaten Lebak, merasa keberatan akan biaya yang ditawarkan pihak JIP–B dalam paket pengadaan pembuatan website sekolah yakni, sebesar Rp. 1.725.000,-.

Menurut para Kepala sekolah yang tidak mau disebutkan namanya pada Banten Ekspose mengatakan, pihaknya merasa keberatan akan biaya yang ditawarkan pihak JIP–B sebesar itu, apalagi anggaran biaya pembuatan website sekolah dialokasikan dari dana BOS tahun 2009 triwulan pertama. Selain itu, menurutnya, masih dibanyak sekolah yang belum memiliki komputer dan guru yang ahli dalam bidang IT dan itupun akan menjadi beban lagi bagi pihak sekolah.

“Dengan biaya Rp. 1.725.000,- sebenarnya kami keberatan akan program website sekolah, apalagi dibiayai dari dana BOS. Masih banyak hal-hal yang lebih penting dilakukan oleh sekolah dalam rangka mencerdaskan anak bangsa,” katanya.
Saran kami, lanjutnya, lebih baik program website sekolah sebaiknya diterapkan dulu di tingkat UPT saja. Sehingga nantinya UPT Pendidikan di tiap kecamatan memiliki website yang isi dari website tersebut adalah profil-profil sekolah yang ada diwilayah UPT Pendidikan yang bersangkutan.

Terkesan Bisnis Terpisah, Budi Setiawan seorang pemerhati IT di Kabupaten Lebak, pada Banten Ekspose saat dimintai komentarnya mengatakan, membuat website sekolah yang ditawarkan JIP–B sangat terlalu tinggi alias mahal dan hal itu, tidak akan menjamin bagi sekolah tersebut untuk menciptakan sebuah mutu pendidikan yang lebih baik. Kalau hanya sekedar memperluas informasi, menurut Budi sebaiknya menggunakan Blog yang dalam pembuatanya tidak ada biayanya.

“Biaya yang dikenakan ke sekolah telalu mahal. Kalau hanya ingin memperluas jaringan informasi gunakan saja Blog, tidak ada biaya dalam pembuatanya,” kata Budi.

Dalam hal ini, lanjut Budi, Dinas Pendidikan Provinsi Banten terkesan bisnis atau mencari keuntungan dengan bekerjasama dengan PT. Telkom dan JIP–B. Seharusnya, lanjut Budi lagi, program website sekolah tersebut tidak dikenakan biaya atau biayanya ditanggung Negara baik dari APBN atau APBD Provinsi Banten atau juga dari APBD Kabupaten Lebak dan bila hal itu dilakukan secara gatis, berarti suatu bukti keseriusan pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di Provinsi Banten.

Sementara itu, Kepala Dinas (Kadis) Pendidikan Kabupaten Lebak, Ade Nurhikmat saat dikonfirmasi Banten Ekspose belum lama ini diruang kerjanya mengatakan, terkait program website sekolah, pihaknya mengakui belum ada petunjuk selanjutnya dari Dinas Pendidikan Provinsi Banten, karena sepengetahuannya saat kini pihak PT. Telkom sedang memperluas jaringan.

“Saat ini belum ada petunjuk selanjutnya dari Dinas Pendidikan Provinsi Banten terkait website sekolah dan PT. Telkom pun sedang memperluas jaringannya dulu,” katanya. (RA. Sudrajat_BE)

Read more...

Lorem Ipsum

  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP